Syekh Ali- Gom'ah

Habib Mundzir Al-Musawa

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Syekh Abdul Halim Mahmud

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Friday, September 5, 2008

Tasawuf Moral dan Tasawuf Falsafi


Tasawuf merupakan praktek spiritual dalam Islam (ruhul islam), tasawuf memandang ruh sebagai puncak dari segala realitas sementara jasad tidak lebih sebagai “kendaraan” saja. Maka, jalan spiritualitas lebih banyak menekankan pada aspek ruhani, bersifat personal dan berangkat dari pengalaman yang juga bersifat personal. Berbeda dengan “agama” yang bersifat umum (dalam Islam kita kenal dengan istilah syari’ah/syari’at), jalan tasawuf kemudian kita kenal dengan istilah tarekat/thariqah (dekat dengan istilah tirakat). Dalam jalan ini setiap pendaki (salik/murid) akan melewati level dan kondisi (maqomat dan ahwal) di bawah bimbingan guru spiritual (dalam sufi dikenal dengan istilah mursyid).
Dimana antara satu guru dengan guru (para mursyid) yang lain sangat dimungkinkan menggunakan metode yang berbeda karena berbeda thariqoh berbeda pula metode yang di gunakan, antara thariqah Qodariya pasti berbeda dengan Syathoriyah, pun dengan Naqsyabandiyah, Syadziliyah, Tidjaniya, Dasuqiyah dll. Sang murid diajarkan untuk berlatih membuka mata batinnya (ainul qolb). Ada yang meyebut istilah ini dengan Mukasyafah (menyingkap) atau hudhuri (menghadirkan) atau tawajjuh (berhadap-hadapan). Murid dilatih membersihkan diri melalui thariqah tadi dengan menempuh dari level tertentu ke level yang lebih tinggi, dari kondisi tertentu ke kondisi yang lebih yang lain. Hingga sang murid mampu mencapai tingkatan fana (kosong/hampa) tidak ada lagi ego dalam diri sang murid sehingga murid sampai pada sebuah kondisi “tersingkap”, “menghadirkan”, atau “berhadap-hadapan”.
Menurut penulis pribadi antara tasawuf moral dan tasawuf falsafi berbeda jalan. Tasawuf moral –setelah melewati fase tadi- mengajak “kembali” sang murid untuk hidup dalam dunia “nyata” dan kembali masuk dalam aturan syariat. Namun syariat yang telah diisi dengan pengalaman dan pengetahuan bertuhan. Sehingga syariat yang dijalankan akan lebih mantap dan bermakna dari sebelum ia melakukan perjalanan. Misalnya, sang murid sudah mengerti apa hakikat sholat, puasa dan zakat lalu bisa mempraktikannya dengan lebih baik dan penuh makna. Sang murid sudah mengerti bahwa pada sisi yang paling esoterik semua agama memiliki tujuan yang sama sehingga mampu untuk hidup toleran serta tidak memperbesar perbedaan sisi eksoterik satu agama dengan agama yang lain. Sang murid sudah mengerti bagaimana cara bergaul dan menghargai antara sesama manusia bahkan seluruh makhluk hidup. Sang murid sudah mengerti dari mana ia berasal dan kemana ia akan kembali.
Berbeda dengan tasawuf falsafi, setelah sampai pada fase tersebut, sang murid atau bahkan sang guru, tidak mau “pulang”. Tapi mau tetap Menikmati ekstase keindahan dan kenikmatan “bersatu” dengan Tuhan. Terucaplah perkataan yang tidak terkontrol (syathohat) dalam kondisi ekstase. Berujar mengaku sebagai Sang Kebenaran atau memuji dirinya sendiri sebagai Tuhan. Atau menuangkan pengalaman bertuhannya dalam karya/tulisan. Di level sesama praktisi spiritualitas (kalangan khas atau khawasul khawas) mungkin tidak menjadi persoalan. Tapi bagaimana di kalangan awam yang memang hanya menjalankan syariat tanpa dibarengi dengan praktek tasawuf? Disinilah problem selanjutnya muncul. Mau tidak mau, atas nama menjaga kemaslahatan umum, menjaga keimanan dari kalangan umum, dan alasan-alasan yang sejenis, maka para praktisi tasawuf falsafi ini menyandang predikat sesat atau yang berakhir dengan hukuman mati. Syihabuddin Syuhrawardi yang bergelar al-maqtul (terbunuh), Abu Mansyur Al-Hallaj dan Ainul Qudhat Hamadani adalah sufi falsafi yang hidupnya berakhir dengan hukuman mati. Bahkan Syuhrawardi dan Ainul Qudhat dihukum mati dalam usia yang cukup muda. Apa yang terjadi dengan Syekh Siti Djenar (jika kisah ini juga memang benar dan bukan sebagai mitos serta terlepas dari persoalan politik) adalah termasuk dalam kategori ini.
Bertemu dan bersatu dengan Tuhan ini merupakan klaim kaum sufi yang juga diperdebatkan dikalangan teologis dan ahli fikih. Bahkan bagi sebagian kalangan Islam yang agak keras, praktik tasawuf dianggap bid’ah. Disinilah perlunya kita bisa memahami Islam (dari sisi kajian dan praktek) baik dari sisi teologi, tasawuf, fikih dan filsafat. Agar tidak mudah terjebak dalam absolutisme dan arogansi fikih misalnya atas tasawuf, teologi maupun filsafat sehingga saling menyalahkan satu sama lain karena ketidak-mengertian kita terhadap metodologi yang digunakan.
Apa yang contohkan Al-Ghazali & al-Rumi yaitu untuk segera pulang setelah bertemu Tuhan, seharusnya bisa menjadi teladan yang baik bagi para praktisi tasawuf saat ini. Al-Ghazali menghiasi syariat dengan laku dengan nilai-nilai hakikat. Atau Rumi yang mengekspresikan kebahagian dan rasa cinta serta rindu kepada Tuhan melalui simbol-simbol (cinta, mawar, cawan dll) yang terlukiskan dalam karya sastra…
Mungkin tidak mudah untuk serta merta diterima oleh rasio karena memang tasawuf tidak menggunakan “alat ukur” rasionalitas. Tasawuf menggunakan alat ukur yang berbeda yang bernama “ainul qolb” (mata batin) yang diyakini juga ada dalam diri setiap manusia. Yang kadang sepintas ia “muncul” dan kita tidak mengenalinya lalu “tertutup” (terhijab) lagi oleh potensi atau hal lain dalam diri kita. Wallahu a’lam


Akal, Pikiran dan Hati


Manusia di Karuniai Oleh Allah swt Akal, Pikiran dan Hati untuk menyelesaikan permasalahan yang di hadapi baik oleh dirinya sendiri dan sesamanya. Timbulnya insiden Monas 1 Juni 2008 lalu (Antara FPI dan AKKBB) pasti ada penyebab yang bisa diselesaikan.
Saya pribadi setuju dengan Cak Nun (Emha Ainun Najib) bahwa semua masalah bisa di selesaikan dengan ilmu yang di miliki oleh manusia. Oleh karena itu manusia harus mencari akar dan penyelesaian masalah tersebut.

"Hidup itu kan sebenarnya sederhana. Kalau ada asap dicari apinya. Kalau ada api dicari sumbernya. Kalau ketemu sumbernya dicari kenapa ada sumber itu. Jadi sebenarnya mau masalah rumah tangga, masalah masyarakat, masalah aliran, masalah kelompok-kelompok dalam negara kan ada jalan yang namanya ilmu," kata Cak Nun (www.elshinta.com 4/6/2008).
Dalam menyikapi permasalahan di atas kita tidak mungkin bisa menyelesaikannya dengan emosional, fanatik yang berlebihan, melihat hanya satu sisi dan mengabaikan sisi yang lain, tetapi harus dengan ilmu supaya semua permasalahan bisa dilihat dengan jernih dan dewasa. Caranya dengan duduk bersama dan menganalisa permasalahan tersebut dengan akal, pikiran dan hati sesuai dengan tatanan hidup dan tuntunannya yang hal ini pemerintah juga harus menjembatani bukan malah memperkeruh dan berat sebelah.
Kita tidak bisa menyatakan FPI bersalah dan harus di bubarkan, AKKBB itu benar maka harus di dukung juga sebaliknya. Tetapi yang perlu kita perhatikan adalah orang-orang di dalamnya, karena FPI, AKKBB, NU, BANSER itu Cuma wadah tapi yang paling penting adalah akal, pikiran dan hati orang-orang didalamnya. Kita kan manusia yang diberi berbagai potensi termasuk 3 potensi yang telah di sebutkan, kalau saja kita menggunakan semuanya insya allah kita dapat keluar dari permasalahan ini.
Masih segar dalam ingatan kita berbagai peristiwa yang “nyeleneh” banyak terjadi di negara tercinta kita Indonesia, belum selesai masalah Ahmadiyah yang berbuntut terjadinya kasus monas, ada lagi satu orang dari Lampung menyatakan diri sebagai nabi seperti Ahmad Mushaddaq (sekarang jadi Napi), bencana alam yang tidak pernah berhenti malah silih berganti bak piala bergilir baik berupa gempa, banjir, masalah lumpur lapindo yang tak berujung, yang kalau boleh penulis simpulkan adalah munculnya hal ini karena negara kita sedang “akut” (sakit parah).
Walaupun banyak koruptor yang mulai di tangkap dan di adili tetapi lebih hal ini tidak bikin jera para koruptor yang lain. Karena banyak dari aparat kita (baik itu polisi, jaksa, hakim dll) yang sakit akal, pikiran dan terutama hatinya. Saya pribadi yakin 100% mereka itu tidak sakit akal dan pikirannya tetapi adalah karena penyakit hati (yang mereka derita baik di sadari maupun tidak) karena benteng iman yang tipis dan selalu di rongrong nafsu yang menghebat.
Kita pun tahu kasus korupsi, suap bukan hanya di lakukan oleh pejabat tinggi saja tetapi sudah menyeluruh ke bebagai lapisan masyarakat, contoh kecilnya adalah ; kalau kita membayar lebih (sogok/suap) maka pembuatan KTP, SIM, SKKB, PASPORT lebih mudah dan cepat, kalau kita di tilang Polisi dengan bersalaman “ber-amplop” urusan jadi mudah dll, bukankah berarti semua aparat dan masyarakat kita juga sudah sakit??...
Ini adalah “PR” kita bersama bagaimana menanggulangi masalah tersebut yang tentu saja sebelum kita terjun ke masyarakat kita pribadi juga harus sudah bisa mengontrol akal, pikiran juga hati kita yang tentunya dengan bekal ilmu yang kita peroleh, akhirnya hanya satu yang yang mengganjal di hati, apakah tempaan peristiwa yang menimpa Negara dan Bangsa kita adalah berupa musibah atau laknat... Wallahu a’lam.


Akankah Ku Pulang Menuai Mimpi ?...



Cairo panas, berdebu dan kumuh…

Alangkah damainya tinggal di desa

Angin semilir membasuh peluh

Kurindu kampung halaman nan permai

Di temani canda dan tawa;

Walau terhimpit, tertindih, tersandung,... hutang !


Ada bangga terselip sesal,

Ingin ku pulang, usah kembali...


Jika panas mengganas melibas

Tubuh terpanggang, bermandi peluh

Jika dingin menggigit menghimpit

Tubuh menggigil, kaku, pucat nan pasi


Duhai Bapak, Ibu, Handai tolan ... !


Jangan kira di rantau bermandi emas

Jangan kira di rantau berselimut senyum

Disini bermandi duka dan tangis

Disini berkeringat cucuran air mata


Ku berdiri diantara duri, Ku berjalan di selingi mimpi ...


Ada bangga terselip sesal,

Ingin ku pulang usah kembali ...


Akankah ku kembali menuai mimpi ?!...