Syekh Ali- Gom'ah

Habib Mundzir Al-Musawa

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Syekh Abdul Halim Mahmud

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Friday, April 29, 2011

KETIKA CINTA TIDAK HARUS SELALU BERBENTUK BUNGA

Aku mencintai suamiku karena sifatnya yang apa adanya dan begitu menyukai perasaan aman dan tentram yang muncul di hati ketika bersanding dengannya. Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa perkawinan, harus aku akui bahwa mulai timbul rasa bosan dan lelah dengan kehidupan berumahtangga dengannya dan alasan-alasan mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang sesuatu yang menjemukan.

Aku seorang wanita yang berjiwa sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Aku merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan belaian. Tetapi semua itu tidak lagi aku peroleh. Suamiku kini jauh berbeda dari apa yang aku harapkan dulu. Rasa sensitifnya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam perkawinan kami telah memusnahkan semua harapan tentang kehidupan cinta yang ideal.

Suatu hari, aku beranikan diri untuk menyatakan keputusan untuk bercerai!! “Mengapa?”, dia bertanya dengan terkejut. “Aku lelah, kamu tidak pernah memberikan cinta yang aku inginkan.” Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, nampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak. Kekecewaan aku semakin bertambah, seorang lelaki yang tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang dapat aku harapkan darinya?


Dan akhirnya ia pun berkata. “Apa yang dapat aku lakukan untuk mengubah keputusanmu itu?”.

Aku menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan perlahan, “Aku ada satu pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya, aku akan mengubah keputusanku. Seandainya, aku menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kau memanjat gunung itu, kau akan mati. Apakah kau akan melakukannya untukku..?” Dia pun termenung dan akhirnya berkata, “Aku akan memberikan jawabannya besok pagi.” Hatiku langsung gundah mendengar reaksinya.

Keesokan paginya, kulihat suamiku tidak berada di rumah, dan aku menemukan selembar kerta dengan coretan tangannya di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan.. “Sayang, aku tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi izinkan aku untuk menjelaskan alasannya” Kalimat pertama ini menghancurkan hatiku.


Aku lantas terus membacanya. “Sayang kau biasa menggunakan komputer dan selalu menghadapi masalah kerusakan program di dalamnya dan akhirnya menangis di depan monitor, aku harus memberikan jari-jariku supaya dapat membantumu dan memperbaiki programnya.” “Kau selalu lupa membawa kunci rumah ketika keluar rumah, dan aku harus memberikan kakiku supaya dapat menendang pintu, dan membukakan pintu untukmu ketika pulang.” “Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu tersesat di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi. Aku harus menunggu di rumah agar dapat memberikan mataku membantumu mengarahkan jalan untukmu melalui peta.”

“Kamu selalu kelelahan pada waktu teman baikmu datang setiap bulan, dan aku harus memberikan tanganku untuk memijit kakimu yang terkilir.” “Kamu seorang yang suka diam dirumah, dan aku selalu khawatir kamu akan menjadi ‘aneh’. Dan aku harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami.” “Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu, aku harus menjaga mataku agar ketika kita tua nanti, aku masih dapat menolong memotong kukumu dan mencabuti ubanmu.”


“Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menyusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu”. “Tetapi sayangku, aku tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, aku tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku..” “Sayangku, aku tahu, di luar sana ada banyak orang yang mampu mencintaimu lebih dari aku mencintaimu…”

“Untuk itu sayangku, jika semua yang telah kuberikan dengan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu, Aku tidak dapat menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu.” Air mataku jatuh di atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi aku tetap berusaha untuk membaca kelanjutannya…


“Dan sekarang sayangku….. kamu telah selesai membaca penjelasanku ini. Jika kau berpuas hati dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, aku sekarang sedang berdiri di luar pintu menunggu jawabanmu” “Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk mengambil barang-barangku, dan aku tidak akan menyusahkan hidupmu lagi. Percayalah, kebahagiaanku adalah apabila kau bahagia.”

Aku segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah sendu sambil memegang susu dan roti kesukaanku. Oh Tuhan… kini baru aku tahu, tidak ada orang lain yang pernah mencintaiku lebih dari dia mencintaiku.

Wednesday, April 27, 2011

Manaqib oh manaqib...

Suatu sore yang cerah Kyai Dulhalim sedang membakar sampah di depan rumahnya, beliau hanya mengenakan kaos oblong putih dengan sarung Atlas kesayangannya sambil sekali-kali mengorek-ngorek sampah dengan sebatang ranting supaya terbakar semua, tiba-tiba ada yang datang dan mengucapkan salam.

“Assalamu’alaikum wa kaji[1]”

“Wa’alaikum salam warahmatullah… eh mang kosim, mangga mlebet[2]” kata Kyai Dulhalim sambil buru-buru melepas tangannya karena mang kosim berusaha untuk mencium tangan beliau dengan senyumnya yang khas.

“mboten usah kyai[3], saya hanya di beri amanat sama haji Syamsuri untuk mengundang kyai untuk bisa hadir ke rumahnya ba’da isya[4] dalam acara manaqiban” kata mang kosim dengan badan setengah menunduk tanda ta’dziman[5] kepada kyai Dulhalim.

“Mmm…katakan kepada haji syamsuri Insya Allah saya akan hadir kalau tidak ada halangan” jawab Kyai Dulhalim sambil tetap tersenyum

“oh ya, bagaimana kabar anakmu yang kemarin sakit, sudah sembuh belum?” tanya Kyai Dulhalim penuh perhatian

“Alhamdulillah kyai, sekarangan sudah baikan walaupun masih kelihatan pucat tapi sudah ada perkembangan”jawab mang kosim senang

“saya atas nama keluarga sangat mengucapkan banyak terimakasih karena bantuan kyai dalam pengobatan anak saya, saya tidak tahu bagaimana jadinya jika nggak ada kyai mungkin anak saya…”

“sudah,sudah…jangan diteruskan, bersyukurlah kepada Allah swt, mari masuk dulu!” potong kyai Dulhalim merangkul mang kosim ke rumahnya.

“Puten kyai[6], saya masih harus menyampaikan undangan haji syamsuri karena banyak yang belum tersampaikan padahal sekarang sudah sore jadi kapan-kapan saja, Insya Allah saya akan mampir lagi”kata mang kosim menolak ajakan kyai dulhalim untuk mampir.

“oh gitu…ya udah nggak apa-apa, hati-hati di jalan”

“matur kesuhun kyai, assalamu’alaikum…”

“wa’alaikum salam warahmatullah…” jawab kyai Dulhalim sambil melihat punggung mang kosim yang sesekali menoleh ke arah beliau sambil tersenyum.

****

Kyai Haji Abdul Halim yang masyhur di panggil Kyai Dulhalim adalah sosok ulama di kampung Sarimaju yang paling di segani dan di cintai bukan hanya karena beliau adalah Alim ilmu agama tetapi juga karena Akhlak beliau yang sangat santun dan sanagat memperhatikan masyarakat terutama dari golongan yang kurang mampu.

Setelah acara manaqiban selesai maka Kyai Dulhalim pun di minta tuan rumah untuk memberikan tausyiah sambil menunggu makanan di bagikan.

Setelah mengucapkan salam dan bersholawat kepada baginda Rosulullah saw, Kyai Dulhalim berkata.

“sebenarnya tradisi membaca manaqib itu tidak ada dalam syari’at islam maka bisa di katakan ini adalah bid’ah”

Tiba-tiba majlis menjadi agak sedikit riuh dan saling bertanya, mengerti akan hal ini kyai dulhalim melanjutkan

“yang kita baca barusan adalah manaqib Syekh Abdul Qodir al-Jailani, beliau adalah salah seorang ulama besar yang di maqomkan di baghdad dan Insya Allah termasuk hamba Allah swt yang mencintai dan di cintai-Nya”

Para hadirin mulai tenang tapi masih diliputi berbagai pertanyaan di benak mereka karena belum pernah ada kyai di kampung mereka yang menyatakan kalau membaca manaqib adalah bid’ah.

“Manaqib adalah semacam biografi yang menceritakan tentang jalan hidup seorang guru, Tetapi ia bukan sekadar biografi yang hanya mencatat tentang tempat lahir, tanggal lahir dan hal-hal yang berelasi dengan guru secara historis, tetapi merupakan catatan kehidupan spiritual seorang guru sufi (mursyid), yang dapat mempengaruhi para salik(murid) dalam menghidupkan orientasi spiritual didalam diri mereka dan juga meningkatkan aspirasi mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah swt” terang Kyai Dulhalim dengan tenang dan pandangan mata yang teduh tetapi jelas terlihat wibawanya.

“saya sering menghadiri acara manaqiban di baca dengan bacaan cepat dan kadang dengan pembacaan yang merdu dan yang lainnya mendengarkan tapi kebanyakan dengan mata berat terkantuk-kantuk karena kecapean mencangkul di sawah” sebagian hadirin tertawa.

“saya perhatikan manaqib mulai di syakralkan oleh masyarakat, karena seharusnya kita dapat mencontoh perilaku tokoh yang dibaca, tetapi ironisnya banyak dari kita yang tidak paham dengan isi manaqib”

“kalau kita membaca al-quran walaupum tidak paham tetap mendapat pahala tetapi kalau membaca manaqib kalau kita tidak paham akan isinya apa yang kita dapat?...”tiba-tiba hadirin kembali riuh dan agak lebih rame dari yang pertama.

“punten kyai, mohon kiranya kyai menjelaskan lebih detail lagi supaya jangan sampai terjadi perselisihan pada orang-orang awwan seperti kami ini…”tanya mang surip menyela Kyai Dulhalim

“nggih kyai, kan manaqib niki saking Waliyullah Syekh Abdul Qodir al-Jailani ing kang katah karomahe”[7]tanya ustadz arifin

“apakah Kyai sudah tidak percaya kepada karomahnya Syekh Abdl Qodir Jailani?” sahut Mang Karna menimpali

Kyai dulhalim terdiam sesaat, kemudian kembali tersenyum sambil memandangi hadirin satu persatu, sejurus kemudian beliau melanjutkan.

“memang betul syekh abdul qodir itu waliyullah”

“memang betul banyak karomahnya Syekh Abdul Qodir itu”

“akan tetapi…”

“sekarang itu membaca manaqib sudah dalam taraf mengkhawatirkan, yaitu banyak yang membaca manaqib tetapi tidak paham isinya, kedua banyak yang memahami kalau membaca manaqib itu membawa berkah walaupun tidak paham isinya, ketiga merasa kalau membaca manaqib itu adalah ibadah seperti halnya membaca al-quran dan sholawat nabi saw ini adalah keliru dan perlu di luruskan” orang-orang masih terdiam walaupun dalam benak mereka berkecamuk berbagai pertanyaan.

“inti dari membaca manaqib adalah supaya kita mampu meneladani tokohnya bukan pada bacaan tetapi pemahaman yang benar dan mengambil ibroh dari kisah yang terdapat dalam manaqib”kyai dulhalim terdiam kemudian menunduk, para hadirin pun jadi hening hanya suara cicak yang berkejaran di dinding dan suara jangkrik di kebun sebelah menambah rasa hening.


Note :

[1] Wak Kaji : Panggilan untuk orang yang sudah menunaikan ibadah haji

[2] Mangga mlebet : Silahkan masuk ( bahasa cirebon halus )

[3] Mboten usah : Tidak usah

[4] Ba’da isya : setelah sholat isya

[5] Ta’diman : Penghormatan

[6] Punten kyai : maaf kyai

[7] Betul kyai, manaqib inikan dari syekh abdul qodir jailani yang masyhur denagan karomahnya yang banyak

Poligami halal, Kenapa Harus Dikriminalkan?

Sampai saat ini hukum masih dibuat mainan.UU dibuat hanya sebagai label kosong pemerintah. Poligami diatur sedemikian rupa untuk sebuah perangkat saja.Prostitusi menjadi wacana yang wajar-wajar saja. Gaya hidup kumpul kebo menjadi trend pemuda malahan pejabat. Sudah waraskah otak pelaku bangsa ini?