Syekh Ali- Gom'ah

Habib Mundzir Al-Musawa

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Syekh Abdul Halim Mahmud

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sunday, October 25, 2009

Neo-Salafisme Wahabi: Ironi Teologi dan Pendangkalan Islam

Oleh : Mukti Ali
(Penulis masih tingkat akhir Akidah-Filsafat, Ushuluddin, Univ. Al-Azhar Kairo)

Awalnya Wahabi adalah sebuah gerakan dakwah, yang diusung oleh Muhammad bin Abdul al-Wahab, seorang Baduwi Najd. Setelah mendapatkan dukungan politik dari Ibnu Sa’ud, seorang politikus handal, Muhammad bin Abdul al-Wahab bersekongkol dengannya membentuk arus oposisi menentang kekuasaan Dinasti Ottoman. Targetnya adalah mewujudkan mimpi terbentuknya kekuasaan independen, yang mengusung ideologi Islam yang bercita-rasa literalis, berorientasi ke belakang (semakin ke belakang mendekati zaman Nabi dianggap semakin murni?), dan mengkebiri cara berfikir religius yang substansial dan multi-dimensional: mencemooh filsafat, mantik dan tasawuf.
Wahabi telah menitik tekankan pada aspek teologi (tauhid) sebagai arena atau wilayah “pemurnian”. Ada pembengkakan wilayah teologi yang diupayakannya. Wahabi berasumsi bahwa ani-tesa tauhid adalah musyrik. Dan musyrik dibagi menjadi dua, yaitu syirik kecil dan besar. Syirik besar bersifat jahri (jelas) adalah sikap yang berlebihan terhadap selain Tuhan, dimana sikap itu sejatinya hanya layak dipersembahkan untuk Tuhan. Jika sikap itu dilakukan, kata Wahabi, maka terejawantahkannya pemberhalaan (tawtsien). Ziarah dan tawashul terhadap kuburan Nabi, para sahabat dan orang-orang salih, sikap memuliakan batu atau sampah, dan mencintai orang-orang salih dianggap oleh Wahabi adalah sikap yang “berlebihan”, karena itu sebagai wujud pemberhalaan. Pandangan ini akan berimplikasi mensejajarkan Nabi dan orang salih dengan batu atau sampah, yang sama-sama tidak boleh disikapi secara berlebihan, lantaran dianggap sama-sama bukan Tuhan.
Kita tahu bahwa sikap “berlebihan” adalah masalah yang sangat relatif dan kondisional. Terbukti, betapa hidup keseharian adalah cermin bagi kita untuk mengaca diri, betapa kita telah membeda-bedakan cara penyikapan terhadap sekian banyak jenis manusia. Para orang bijak jaman kuno sudah lama mengingatkan kita akan perlunya sikap adil: meletakkan sesuatu (atau manusia) pada tempatnya. Kata Aristoteles dalam Ethica Nicomachea-nya: “Sikap egaliter (musawa) tidak selamanya cerminan dari sikap adil. Adil adalah sikap proporsional, bukan egalitarianisme total”. Kebutuhan seorang mahasiswa berbeda dengan seorang siswa SD, SMP dan seterusnya. Menghadap ke presiden akan berbeda dengan menghadapi wong cilik. Perbedaan adalah wajar untuk mewujudkan rasa adil. Tapi bukan berarti berbeda. Wahabi, yang menyamakan Nabi dan orang salih dengan batu atau sampah, yang dianggap sama-sama makhluknya, kiranya tak tepat mengartikan makna adil.
Islam idealis dengan patokan teologi rigid yang diandaikan Wahabi menjadikannya sebagai sekelompok Serigala berbulu Domba: menawarkan ke-beradaban dengan cara-cara yang “biadab”. Menyergap kelompok yang lain dan yang berbeda. Nyatanya, setelah gerakan oposan Wahabi mendapatkan bekingan dari Inggris, mereka berhasil memisahkan diri dari Dinasti Ottoman, dan kisah pembantaian terhadap sesama Muslim dimulai. Mekah yang begitu suci dijadikan tempat jagal penyembelihan orang-orang Muslim, yang dianggap sebagai pelaku bid’ah. Wahabi merasa tidak puas menghabisi orang-orang Muslim di kandangnya sendiri (baca; Jazirah Arab), akhirnya Wahabi pun menyembelih orang-orang Muslim Syi’ah di Karbala.
Jargon pemurnian Islam yang diusung Wahabi menjadi ironi. Lantaran sejatinya mereka bukan memurnikan Islam, tapi mengeringkan Islam. Mendesain Islam sebentuk jalan setapak dan sempit. Sejenis cara berfikir identitas, yang memberikan ukuran-ukuran pasti dan sekematisasi kaku. Siapa pun harus dibentuk, tidak bisa membentuk. Jika sekema itu berbentuk kotak, maka dia harus menjadi kotak. Islam ditonjolkan dalam militansi kesalihan-formalis: bercelana di atas mata kaki, berjenggot, becadar, dll. Hanya dengan itu pula identitas Wahabi dimanifestasikan. Dada kita akan semakin sesak jika kita melihat betapa Wahabi menselaraskan agama dan pemikiran keagamaan. Lantaran Wahabi tak memberikan sedikit pun hak akal dan intuisi untuk didayagunakan dalam bergumul dengan agama. Sementara kita tahu, bahwa pemikiran keagamaan adalah produk ijtihadi penalaran manusia hasil pergumulan dengan agama dan realita. Pemikiran keagamaan akhirnya akan selamanya majemuk.
Wacana teologi yang diusung Wahabi adalah sejenis wacana yang absen dari percaturan ilmiah, dengan mengembalikannya ke dalam wacana “religius murni” yang bertumpu pada makna literalisme teks-teks primer agama (Quran&hadits), yang bersifat univositas. Bahasa metafor (majaz) adalah barang haram. Berteologi dengan berfikir atau penghayatan-intuitif adalah tindakan kriminal! Syahdan, Wahabi dalam menyikapi ayat-ayat ketuhanan pun tetap berpegang pada makna literalisnya. Yadu-Allah, semisal, diartikan bahwa Tuhan mempunyai tangan, seperti pendapatnya para salaf al-salih, demikian Wahabi berkata. Sejatinya nama besar dan harum “salaf al-salih” di sini sedang dijual sebagai alat legitimasinya. Terbukti, para salaf al-salih dalam menyikapi ayat-ayat ketuhanan, semisal Yadu-Allah, dengan tanpa menentukan makna, dan menyerahkan maknanya kepada Allah. Wa-llahu A’lam. Sementara kita tahu bahwa Wahabi telah menentukan makna literalisnya, dan terperosok ke dalam tajsiem (mempersonifikasi Tuhan yang berjasad). Pengakuan Wahabi sebagai madzhab salaf menjadi musykil. Bahkan, wacana teologi ala Wahabi yang hendak mensakralkan Tuhan, tapi berujung pada desakralisasi Tuhan, bisa jadi akan membawa pada agnostisisme.
Prinsip Wahabi ini tak selaras dengan ujaran Nabi, bahwa: “al-Quran bagaikan intan permata, yang setiap sisinya memancarkan cahaya yang beragam”. Ini adalah petanda bahwa bahasa al-Quran adalah bahasa yang ambigu dan bahkan ekuivositas (kemajemukan makna). Ada lapisan makna yang terkandung dalam bahasa al-Quran. Karena itu, semisal para teolog, para filsuf dan sufi dalam merumuskan bangunan teologinya dengan epistemologi filosufis-religius, yang diistilahkan Immanuel Kant dan Heidegger dengan “onto-teologi”. Piranti “analogi”, semisal, telah digunakan. Penalaran dan eksperimentasi didayagunakan untuk menyibak kandungan makna al-Quran yang begitu majemuk, demi meraih penyucian dan pensakralan Tuhan yang jitu.
Muhammad Abduh sebagai saksi mata menilai Wahabi adalah gerakan pembaharuan yang paradok: hendak mengibaskan debu taklid yang mengotori, tapi di saat yang sama menciptakan taklid baru yang lebih menjijikan. Muhammad Abduh dan Wahabi sejatinya terikat dalam satu mimpi bersama, yaitu mengembalikan Islam pada masa Islam belum terkotak-kotak dalam beragam sekte. Biasa diistilahkan sebagai “neo-Salafisme”. Tapi keduanya memilih jalan yang berbeda: Abduh melalui jalan rasionalis, sehingga diklaim sebagai neo-Muktazilah; Wahabi melewati jalan literalis, sehingga diklaim sebagai neo-Khawarij. Pangkal paradoksalitas Wahabi tercium oleh Abduh dalam menjatuhkan pembaharuannya pada jalan literlisme, yang menghantarkan pada “taklid baru yang menjijikan”. Berimplikasi pada pendangkalan Islam yang tak bisa dielakkan: menghempas progresif, mendulang regresif.
Baru-baru ini saya mendapatkan buku murah di pasar buku lowak (azbaciah) yang bertajuk “al-Sa’udiyyun wa al-Irhabi: Ru’yah ‘Alamiyah” (Orang-orang Saudi dan Terorisme: Sebuah Pandangan Dunia): Riadh, 2005. Sejenis bunga rampai, memuat tulisan dari berbagai kalangan. Ada satu sub judul yang membicarakan relasi terorisme dan Wahabi. Cukup beragam tulisan itu: ada yang menohok bahwa Wahabi adalah salah satu sumber merebaknya terorisme, dan ada yang menyucikan Wahabi dari terorisme. Tapi, penyucian Wahabi dari terorisme menjadi sangsi jika kita melihat kenyataan selalu saja ada pihak yang bergabung dalam komplotan terorisme berkedok agama, yang telah menyerap doktrin Wahabi. Dan benarkah kalau mereka hanyalah sekedar oknum?

Sunday, October 11, 2009

Hizib (bab 1)

Secara harfiah Hizib dapat diartikan sebagai golongan, atau kelompok bahkan ada yang mengartikan sebgai tentara, Kata Hizib muncul di Al-Quran sebanyak beberapa kali yaitu :
1. Surat Al Maaidah ayat 56 :
Dan barang siapa yang menjadikan Allah ta'ala, RosulNya dan orang-orang yang beriman sebagai pemimpin, maka sesungguhnya Golongan (Hizbu) Alloh-lah sebagai pemenang.
2. Surat Al Kahfi ayat 12 :
Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah diantara kedua golongan (Al hizbaini) itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal didalam gua itu
3. Surat Ar Ruum ayat 32 :
dari orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan (HIzbin) mereka
4. Surat Al Fathiir ayat 6 :
Sungguh setan itu membawa permusuhan bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, sesungguhnya mereka mengajak Golongannya (Hizbuhu) agar menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.
5. Surat Al Mujaadilah ayat 19 :
Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Alloh ta'ala; mereka itulah golongan (Hizbu) setan. Ketahuilah bahwa golongan (Hizba) setan lah yang merugi.
6. Surat Mujadiilaah ayat 22 :
Engkau tidak akan mendapatkan satu kaum yang beriman kepada Allah ta'ala dan kepada hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang didalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan/ ruh yang datang dari Dia. Lalu dimasukkannya mereka kedalam syurga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha. Merekalah golongan (Hizbu) Allah. Ingatlah sesungguhnya golongan (Hizba) Allah-lah yang beruntung.
Masih segar dalam ingatan kita, ketika Nabi dan para sahabat bertempur melawan kaum musyrikin dalam perang badar, Allah sengaja mendatangkan 5000 pasukan sebagai bala bantuan yang bertandakan putih, mereka adalah para malaikat (Hizbullah), kata Hizib sendiri terkadang juga digunakan untuk menyebut “mendung yang berarak” atau “mendung yang tersisa”. Semisal hizbun min al-ghumum (sebagian atau sekelompok mendung).
Ternyata untuk selanjutnya perkembangan kata hizib dalam tradisi thariqah atau yang berkembang di pesantren adalah untuk “menandai” sebuah bacaan-bacaan tertentu. Misalnya hizib yang dibaca hari jum’at; yang dimaksud adalah wirid-wirid tertentu yang dibaca hari jum’at.
Untuk selanjutnya, makna hizib adalah wirid itu sendiri. Atau juga bisa bermakna munajat, ada hizib Ghazaly, Hizib Bukhori, Hizib Nawawi, Hizib Bahri, Hizib Syeikh Abdul Qadir Jailani, Ratib Al-Ahdad, yang masing-masing memiliki sejarah sendiri-sendiri.
Hizib adalah himpunan sejumlah ayat-ayat Al-Qur’anul karim dan untaian kalimat-kalimat zikir dan do’a yang lazim diwiridkan atau diucapkan berulang-ulang sebagai salah satu bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
As Syaikh Abul Hasan Asy Syadzily terkenal sebagai seorang yang memiliki banyak rangkaian doa yang halus dan indah, disamping kekayaan berupa khazanah hizib-hizibnya. Salah satu hizib beliau yang terkenal sejak dulu hingga sekarang adalah hizib Bahr dan hizib Nashor. Kedua hizib tersebut banyak diamalkan oleh kaum muslimin diseluruh dunia, terlebih ulama-ulama besar, kendati sebagian dari mereka tidak mengikuti thoriqot asy syaikh.
Hizib Bahr adalah hizib yang di terima Syaikh Abu Hasan asy Syadzili langsung dari Rasulullah SAW berkaitan dengan lautan yang tidak ada anginnya. Sejarah diterima hizib bahri adalah sebagai berikut :
Pada waktu itu asy syaikh Abul Hasan Asy Syadzili tengah melakukan perjalan ibadah haji ke tanah suci. Perjalanan itu diantaranya harus menyeberangi laut merah. Untuk menyeberangi lautan itu sedianya beliau akan menumpang perahu milik seseorang yang beragama nasrani. Orang itu juga akan berlayar walaupun berbeda tujuan dengan asy syaikh. Akan tetapi keadaan laut pada waku itu sedang tidak ada angin yang cukup untuk menjalankan kapal. Keadaan seperti itu terjadi sampai berhari-hari, sehingga perjalannapun menjadi tertunda. Sampai akhirnya pada suatu hari, asy syaikh bertemu dengan baginda Rasulullah SAW. Dalam perjumpaan itu, Rasulullah SAW secara langsung mengajarkan hizib Bahri secara imla’ (dikte) kepada syaikh.
Setelah hizib Bahri yang baru beliau terima dari Rasulululah SAW itu beliau baca, kemudian beliau menyuruh si pemilik perahu itu supaya berangkat dan menjalankan perahunya. Mengetahui keadaan yang tidak memungkinkan, karena angin yang diperlukan untuk menjalankan perahu tetap tidak ada, orang itupun tidak mau menuruti perintah asy syaikh. Namun asy syaikh tetap menyuruh agar perahu diberangkatkan. “Ayo, berangkat dan jalankan perahumu ! sekarang angin sudah waktunya datang “, ucap asy syaikh kepada orang itu. Dan memang benar kenyataannya, angin secara perlahan-lahan mulai berhembus, dan perahupun akhirnya bisa berjalan. Singkat cerita alkisah kemudian si nasrani itupun lalu menyatakan masuk islam.
Berkata syaikh Abdurrahman al Busthomi, “Hizbul Bahri ini sudah digelar di permukaan bumi. Bendera hizbul bahri berkibar dan tersebar di masjid-masjid. Para ulama sudah mengatakan bahwa hizbul bahri mengandung Ismullohil ‘adhom dan beberapa rahasia yang sangat agung.
Dalam kitab Kasyf al-Zhunun `an Asami al-Kutub wa al-Funun, Haji Khalifah seorang pustakawan terkenal asal Konstantinopel (Istanbul Turki) menulis berbagai jaminan yang diberikan asy Syaikh Abul Hasan Syadzili dengan Hizib Bahrinya ini. Di antaranya, menurut Haji Khalifah, Asy Syaikh Syadzili pernah berkata: Seandainya hizibku (Hizib Bahri, Red.) ini dibaca di Baghdad, niscaya daerah itu tidak akan jatuh. Mungkin yang dimaksud Asy Syaikh Syadzili dengan kejatuhan di situ adalah kejatuhan Baghdad ke tangan Tartar,Wallahu a’lam.
Bila Hizib Bahri dibaca di sebuah tempat, maka termpat itu akan terhindar dari malapetaka, ujar Syaikh Abul al-Hasan, seperti ditulis Haji Khalifah dalam Kasyf al-Zhunun.
Haji Khalifah juga mengutip komentar ulama-ulama lain tentang Hizib Bahri ini. Ada yang mengatakan, bahwa orang yang istiqamah membaca Hizib Bahar, ia tidak mati terbakar atau tenggelam. Bila Hizib Bahri ditulis di pintu gerbang atau tembok rumah, maka akan terjaga dari maksud jelek orang dan seterusnya.
Konon, orang yang mengamalkan Hizib Bahri dengan kontinu, akan mendapat perlindungan dari segala bala’. Bahkan, bila ada orang yang bermaksud jahat mau menyatroni rumahnya, ia akan melihat lautan air yang sangat luas. Si penyatron akan melakukan gerak renang layaknya orang yang akan menyelamatkan diri dari daya telan samudera. Bila di waktu malam, ia akan terus melakukan gerak renang sampai pagi tiba dan pemilik rumah menegurnya.
Banyak komentar-komentar, baik dari Asy Syaikh Syadzili maupun ulama lain tentang keampuhan Hizib Bahri yang ditulis Haji Khalifah dalam Kasyf al-Zhunun jilid 1 (pada entri kata Hizb). Selain itu, Haji Khalifah juga menyatakan bahwa Hizib Bahri telah disyarahi oleh banyak ulama, diantaranya Syaikh Abu Sulayman al-Syadzili, Syaikh Zarruq, dan Ibnu Sulthan al-Harawi.
Seperti yang telah disampaikan dalam manaqib Asy Syaikh Syadzili, bahwa menjelang akhir hayat beliau, asy syaikh telah berwasiat kepada murid-murid beliau agar anak-anak mereka, maksudnya para murid thariqah syadziliyah, supaya mengamalkan hizib Bahri. Namun untuk mengamalkan Hizib ini seyogyanya harus melalui talqin atau ijazah dari seorang guru yang memiliki wewenang untuk mengajarkannya. Seseorang yang tidak mempunyai wewenang tidak berhak mengajarkannya ataupun memberikan hizib ini kepada orang lain. Hal ini merupakan adabiyah atau etika dilingkungan dunia thariqah.
Inilah sekilas pandang tentang Hizib, dan insya Allah untuk berikutnya akan saya bahas satu-satu tentang hizib, mulai dari hukum, sejarah, sanad, fadilah, beserta teksnya dan insya Allah untuk teks Hizib akan saya usahakan untuk bisa di download, supaya bisa memudahkan bagi anda yang berminat mengamalkannya.